Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, Januari 19, 2013

Antara Singkatan Dan Akronim


Masyarakat kita senang berakronim—romantis (rokok, makan, tidur gratis; gatot (gagal total). Wartawan kita juga senang berakronim—markus (makelar kasus); cakus (calo tikus). Lembaga-lembaga pemerintahan memiliki akronim untuk namanya: Kemenkes (Kementrian Kesehatan, Bappenas (Badan Perencana Pembangunan Nasional); Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informasi). Kalangan kepolisian dan militer sangat produktif dalam membuat akronim—senpi (senjata api); miras (minuman keras); curanmor (pencurian kendaraan bermotor);  kodam (komando daerah militer); koramil (komando rayon militer); Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat). Akibatnya, media massa kita kebanjiran akronim dan singkatan.

Mengapa kita senang berakronim atau memakai singkatan? Sebabnya, antara lain: untuk main-main, agar istilah dan nama diri (tempat, lembaga, dan lain-lain) menjadi ringkas, juga sebagai kata sandi—agar orang lain di luar lingkungan si pemakai akronim tidak mengerti. Ada yang menyebut karena kekuasaan—para penguasa kita senang berakronim. Dari sisi bahasa, menurut Anton M. Moeliono, salah satu sebabnya adalah kosakata Indonesia bila dibandingkan dengan kosakata Inggris lebih panjang. Dalam bahasa Inggris bersuku satu, sedangkan dalam bahasa Indonesia bersuku dua. Misalnya, house (rumah), desk (bangku),spoon (sendok), bed (ranjang), room (kamar).

Perlu dibedakan singkatan dengan akronim. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terjadi dari huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf maupun yang tidak. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik: W.J.S. Poerwadarminta, Muh. Jamin, S.E., Bpk., Sdr., Dir. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, pesohor, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital tanpa titik. Lafalnya huruf demi huruf.: DPR, PGRI, PT, AD, SBY, STA, CIA, FBI. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf: a.n., d.a., u.b., u.p., a.l.. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih: dll., dsb., hlm., jln., sda. Singkatan ukuran, sukatan, timbangan, mata uang, dan lambang kimia tidak diikuti tanda dengan titik: cm, l, kg, Rp, USD, kVA.

Sementara itu, akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal suku kata, gabungan suku kata atau nama, atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, LAN, SIM, NATO, ASEAN, AIDS. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf dan suku kata ditulis dengan huruf kapita awal—Akabri, Bappenas, Sespa. Yang terakhir, akronim yang bukan nama diri ditulis dengan huruf biasa/kecil—asi, tilang, rudal, rapim, pemilu, markus.

Akronim bukan kuman yang harus dibasmi. Tetapi, tentu saja akronim yang terkesan main-main seperti pentilkecakot (penjaga tilpun kecamatan kota), pamer paha (padat merayap patah harapan), kopasus (kopi paste ubah sedikit), poldur (polisi tidur), sebaiknya dihindari. Majalah Tempo malah menolak setiap bentuk akronim. Akronim adalah unsur bahasa yang cenderung hanya dapat dimengerti oleh lingkungan tertentu. “Akronim itu seperti jargon—kosakata khusus yang digunakan dalam bidang kehidupan atau lingkungan tertentu dan sering berkesan main-main,” kata Uu Suhardi, Redaktur Bahasa Majalah Tempo, dalam suatu diskusi bahasa.

Menurut Ejaan yang Disempurnakan terbaru, jika dianggap perlu membentuk akronim, patut diperhatikan dua syarat.Pertama, jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia—tidak lebih dari tiga suku kata. Kedua, akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian/kelayakan kombinasi vokal dan konsonan yang harus sesuai dengan pola bunyi suara pada kata Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.(***)

Sumber :  Dudung Ridwan, penyunting bahasa di Mizan Publishing House

0 Komentar: